1. Pengertian
Saliva
Saliva
adalah suatu cairan dalam rongga mulut yang mempunyai peran penting dalam
memelihara kesehatan gigi dan mulut (Harty and Ogston, 2012). Saliva terdiri
atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa
oral. Saliva yang terbentuk di rongga mulut, sekitar sembilan puluh persennya
dihasilkan oleh kelenjar submaksiler dan kelenjar parotis, 5 persen oleh
kelenjar sublingual, dan 5 persen lagi oleh kelenjar-kelenjar ludah yang kecil.
Sebagian besar saliva dihasilkan pada saat makan, sebagai reaksi rangsang yang
berupa pengecapan dan pengunyahan makanan. Pada saat tidak sedang makan aliran
saliva ini lebih sedikit (Almeida et al., 2008).
2. Histology
Saliva
Air ludah dikeluarkan oleh kelenjar parotis, kelenjar
sublingualis dan kelenjar submandibularis. Selama 2 jam, air ludah yang
dikeluarkan oleh ketiga glandula adalah 1000-2500 ml, dengan kelenjar
submandibularis mengeluarkan 40% dan kelenjar submandibularis sebanyak 26%.
Pada malam hari pengeluaran air ludah lebih sedikit (Tarigan, 2002). Menurut
Andersen dalam Tarigan (2002) pH rata-rata air ludah berkisar antara 5,25-8,5
sedangkan menurut Saurwein dalam Tarigan (2002) pH air ludah rata-rata berkisar
antara 6,1-7,7. Secara mekanis air ludah berfungsi untuk membasahi rongga mulut
dan makanan yang dikunyah. Sifat enzimatis air ludah ikut dalam sistem
pengunyahan untuk memecahkan unsure-unsur makanan.
Di dalam air ludah dijumpai enzim-enzim seperti
belaamilase, fostase, oksidase, glikogenase, kolagenase, lipase, protease,
urease, dan lain sebagainya. Enzim ini berasal dari bakteri-bakteri, ephithel,
serta granulosit, dan limfosit. Secara kimiawi, dengan adanya Ca dan ion
fosfat, akan membantu penggantian mineralisasi terhadap email atau
menetralisasi keadaan asam dan basa dari air ludah. Enzim-enzim machine,
zidine, dan lisosim yang terdapat di dalam air ludah mempunyai sifat bakteriostatis
yang dapat membuat beberapa bakteri mulut menjadi tidak berbahaya (Tarigan,
2002).
3. Komposisi
Saliva
Komposisi
kimia air ludah amat bervariasi, biasanya terdiri dari: 99,0- 99,5 air, musin
(glikoprotein air ludah), putih telur, mineralmineral (seperti K, Na,
dll),epitel, leukosit, limposit, bakteri dan enzim. Di dalam air ludah dijumpai
enzim belaamilase, fosfatase, oksidase, glikogenase, kolagenase, lipase,
protease dll. Enzim ini berasal bakteri- bakteri, epithel, serta granulasit dan
limfosit. Secara kimiawi, dengan adanya unsure Ca dan ion fosfat, akan membantu
penggantian mineralisasi terhadap email atau menetralisasi keadaan asam dan
basa dari ludah. Enzim enzim mucine, zidene dan lisosim yang terdapat dalam air
ludah mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat beberapa bakteri mulut
menjadi tidak berbahaya (Tarigan, 2016 ).
4. Fungsi Saliva
Saliva memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Melicinkan
dan membasahi rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan
makanan
b. Membasahi
dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga mudah
ditelan dan dirasakan
c. Membersihkan
rongga mulut dari sisa- sisa makanan dan kuman
d. Mempunyai
aktivitas antibacterial dan sistem baffer
e. Membantu
proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin (amylase ludah) dan
lipase ludah
f. Berpartisipasi
dalam proses pembekuan dan penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan
darah dan epidermal growth faktor pada saliva
g. Jumlah
sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukuran tentang keseimbangan air dalam
tubuh
h. Membantu
dalam berbicara sebagai pelumasan pada pipi dan lidah (Rahmawati dkk, 2014)
5. Potential of hydrogen (pH) Saliva
Potential
of hydrogen (pH) adalah suatu ukuran yang menguraikan derajat tingkat kadar
keasaman atau kadar alkali dari suatu larutan, pH diukur pada skala 0- 14
(Nogroho, 2016). Derajat keasaman atau biasa disebut pH saliva dalam keadaan
normal berkisar antara 6,8 - 7,2, sedangkan derajat keasaman saliva dikatakan
rendah apabila berkisar antara 5,2 - 5,5 kondisi pH saliva rendah tersebut akan
memudahkan pertumbuhan bakteri asedogenik.
Mengkonsumsi
makanan yang kaya karbohidrat dapat menyebabkan terjadinya proses fermentasi
yang dilakukan oleh bakteri atau mikroorganisme untuk membuat keadaan dirongga
mulut menjadi asam sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pH < 5,5.
Penurunan pH < 5 dapat terjadi dalam waktu 1-3 menit, sedangkan untuk
mengembalikan ke pH saliva normal sekitar 7 membutuhkan waktu sekitar 30-60
menit. Penurunan pH saliva yang terjadi berulang kali dalam waktu tertentu dapat
memicu proses demineralisasi gigi (Wiranata, 2017).
Beberapa
jenis makanan misalnya sukrosa dan glukosa, dapat diragikan oleh bakteri
tertentu dan membentuk asam sehingga pH akan menurun sampai < 5 dalam tempo
1-3 menit. Penurunan pH yang berulang – ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses kariespun
dimulai (Kidd dan Bechal, 2013). Selain itu, faktor lain yang turut andil
adalah tingkat kebersihan mulut, frekuensi makan, usia dan jenis kelamin, penyakit
yang sedang diderita, serta sikap/ perilaku terhadap pemeliharaan kesehatan
gigi (Hermawan, 2010).
6. Kuantitas Saliva
Sekresi
kelenjar saliva dikontrol oleh saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf simpatis
menginervasi kelenjar parotis, submandibula, dan sublingualis. Saraf
parasimpatis selain menginversi ketiga kelenjar di atas juga menginversi
kelenjar saliva minor yang berada palatum. Saraf parasimpatis bertanggung jawab
pada sekresi saliva yaitu volume saliva yang dihasilkan oleh sel sekretori. Variasi
sekresi saliva tergantung pada kondisi kelenjar saliva tanpa stimulasi atau
terstimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi yaitu 0,3 mL dalam 1 menit dengan
pH yang berkisar antara 6,10-6,47 dan dapat meningkat sampai 7,8 pada saat
volume saliva mencapai volume maksimal. Volume saliva terstimulasi 3,0 mL dalam
1 menit dengan pH 7,62 (Marasabessy, 2013).
7. Hidrasi
Saliva
Laju
alir saliva atau hidrasi saliva merupakan faktor utama yang memengaruhi
komposisi saliva. Apabila laju alir saliva meningkat, maka konsentrasi protein
total, klor,bikarbonat, natrium dan pH saliva juga akan meningkat, sedangkan
apabila terjadi penurunan laju alir akan menyebabkan derajat keasaman (pH)
semakin rendah, dan bakteri akan lebih mudah untuk melekat pada permukaan gigi
sehingga meningkatkan risiko terjadinya karies (Rad M, dkk., 2010). Pada
keadaan normal jumlah saliva yang dihasilkan dalam 1 hari yaitu 600 – 1000
ml/hari. Sedangkan laju aliran saliva dalam keadaan tidak terstimulasi sekitar
0.3 - 0.5 mL/menit dan ketika diberi stimulasi laju aliran saliva berkisar2.0 –
4.0 mL/menit (Creanor S, 2016). Persentase kontribusi kelenjar saliva pada
keadaan tanpa stimulasi adalah 20% dari kelenjar parotis, lebih dari 65% dari
kelenjar submandibular, 7% sampai 8% dari kelenjar sublingual dan <10% dari
kelenjar saliva minor. Sedangkan ketika diberikan stimulasi, kontribusi dari
setiap kelenjar saliva berbeda, yaitu 50% dari kelenjar parotis, 30% dari
kelenjar submandibular, 10% dari kelenjar sublingual dan 10% dari kelanjar
saliva minor (Almeida PDV, dkk., 2008) (Berkovitz B, dkk., 2011).
Karies
dapat dipengaruhi oleh hidrasi saliva yaitu laju aliran saliva. Hasil
penelitian pada Wanita Usia 15 – 44 tahun di Desa Gondosari menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mempunyai viskositas saliva rendah sebesar 66
responden (80%) dengan laju aliran saliva > 60 detik. Faktor yang dapat
mempengaruhi kecepatan aliran saliva saat terstimulasi adalah asal stimulus,
pengunyahan, muntah, merokok, ukuran kelenjar saliva, indera penciuman dan
pengecapan, asupan makanan, faktor emosi-psikis, dan usia. Hal ini terlihat
dari rekapitulasi hasil pemeriksaan kecepatan aliran saliva dan hasil kuesioner
yaitu pada asupan makanan dengan kebiasaan masyarakat yang tidak segera minum
air putih 73% dan pada faktor kebiasaan masyaraat yang tidak menyikat gigi
sebelum tidur malam 70%. Hidrasi saliva yang rendah bisa menyebabkan penurunan
produksi saliva didalam mulut sehingga akan mengakibatkan mukosa oral kering,
kasar dan lengket, mudah berdarah dan mudah terjadi infeksi. Lidah menjadi
merah, halus, lemah, hipersensitif terhadap iritasi serta kehilangan ketajaman
pengecapan. Akan terdapat akumulasi plak, material alba dan debris yang parah
sehingga akan menimbulkan penyakit karies (Noor, RF, dkk., 2015).
8. Viskositas
Saliva
Komponen organic saliva terutama adalah protein dan
musin dan sejumlah lipida, asam dan ureum. Musin adalah protein ermolekul
tinggi, yang terikat oleh ratusan rantai hidrat arang pendek. Oleh strukturnya
yang memanjang dan sifatnya yang menarik air dapat membuat larutan menjadi
pekat sehingga ludah tidak mengalir seperti air karena sifat musin mempunyai
selubung air dan terdapat pada semuapermukaan mulut sehingga berfungsi
melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan (Amerongen, 1991).
Faktor kepekatan air ludah (viskositas saliva) sebagai
bagian dari host berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut karena viskositas
saliva yang lebih tinggi akan menurunkan laju aliran (flow rate) saliva yang
menyebabkan penumpukkan sisa-sisa makanan yang akhirnya dapat mengakibatkan
perkembangan karies (Sulendra, 2013).
Viskositas saliva adalah istilah lain dari kekentalan
saliva. Kekentalan saliva berperan dalam kemampuan saliva membersihkan
sisa-sisa makanan dari dalam rongga mulut. Saliva yang encer akan memiliki efek
self cleansing yang membantu saliva secara alami membersihkan sisa makanan
sehingga tidak menempel dengan erat pada permukaan gigi. Sebaliknya saliva yang
kental akan menyebabkan terjadinya retensi sisa makanan pada permukaan gigi,
sehingga meningkatkan risiko karies (Senawa, dkk., 2015).
2. http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/jkg/article/download/1146/407
3. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/746/4/Bab%202.pdf
4. http://repository.poltekkes-smg.ac.id/repository/BAB%20II.%20APRILIANA%20PDFdocx.pdf
Posting Komentar